Kamis, 29 Maret 2012


Kegiatan : Bedah Buku, He Qi : Utara

Tema :  Membuang Cinta Kasih Hanya untuk  Menjadi Benar
Pembicara : Oey Hoey Leng sj- relawan  senior Yayasan Buddha Tzu Chi
Lokasi : Jing Si Books & Café Pluit
Waktu : Kamis, 29 Maret 2012, pk : 19:00-21:00
Jumlah Peserta : 44 orang

Kalau dua atau tiga orang bertengkar, adakah yang benar?
Kebenaran itu sangat relatif karena setiap orang punya sudut pandang yang berbeda.

Apa maksudnya membuang cinta kasih hanya untuk menjadi benar ?
Contoh :
Pengalaman baksos di Tzu Chi tahun 1999 : Operasi mata, hernia, bibir sumbing, umum dan gigi.  Peserta banyak, ada ribuan orang.
Biasanya untuk baksos umum dan gigi dibuatkan parsel berisi makanan kecil untuk anak-anak.
Yang terjadi, ada anak yang mengantri lagi setelah mendapat jatah parsel.
Ada relawan yang menegur dengan keras.  Ada relawan senior lain yang menanyakan dengan baik-baik, ternyata anak ini mengambil lagi untuk adik kecilnya yang sedang sakit. Dari kejadian ini, bisa belajar, sebenarnya yang punya cinta kasih lebih besar adalah si anak kecil.

Ada juga pasien yang terlihat mampu, punya mobil, handphone, namun mau ikut baksos. Dari sisi relawan, berusaha mencegah karena baksos adalah hak orang yang kurang mampu.

Master Cheng Yen mengatakan : Kalau orang sudah datang ke Tzu Chi sudah merupakan jodoh yang baik, sehingga sudah sepatutnya kita menyambutnya dengan penuh cinta kasih.


Jadi, apa yang harus dilakukan?
Seharusnya kita kasihan pada orang tersebut karena telah mengambil berkah orang yang kurang mampu. Seharusnya kita berwelas asih, menyambut baik, dan menyampaikan mengenai baksos; diperuntukkan orang yang tidak mampu, dokter pun beramal. Kita yang harus dengan berbagai macam cara menyadarkan orang tersebut, dan kalau tetap ngotot tetap diperlakukan dengan baik. Mungkin, suatu hari ia akan sadar. Di sinilah, baksos merupakan salah satu tempat untuk melatih diri.

Dengan menggunakan welas asih, kita bersyukur orang tersebut telah datang menjadi bagian dari kita, dan kita bantu mencari solusi masalah tersebut.

Review:
  • Berapa seringnya kita membuang cinta kasih kita hanya untk menjadi benar?
  • Terhadap siapa kita sering melakukannya; keluarga, sahabat, orang tua, atasan, bawahan, sx sj, pasien, undangan.. ?




Hubungan antar sesama:
Mengapa kita membuang cinta kasih hanya untk menjadi benar?

Konflik, pertentangan ……
Akar dari konflik adalah sudut pandang yang berbeda.

Seringkali kita percaya bahwa gagasan dan pandangan kita adalah kebenaran mutlak.

Kebenaran mutlak : adalah hal yang membawa :
  • Ketenangan
  • Kedamaian
  • Harmoni, dan
  • Kebaikan


 
Makna kebahagiaan adalah makna kehidupan (pada setiap apapun yang kita lakukan)

Menikmati momen saat ini : tenang, damai, harmoni, dan kebaikan…
”Happiness is Here and Now” – Thich Nhat Hanh
“Be grateful always for everything and everyone at every moment” – Master Cheng Yen

Bisa duduk di sini, di tempat yang nyaman, membahas sesuatu yang baik, apakah terasa bahagia?
Menikmati momen saat ini : tenang, damai, harmoni dan penuh kebaikan, pertahankan untuk detik dan menit berikutnya, dst.


Untuk mencapai ketenangan, kedamaian, harmoni dan kebaikan :
(tolak ukur kebenaran mutlak)
·         Menjaga kesadaran setiap saat (berlatih)
·         Mengembangkan kebijaksanaan (menjaga welas asih kepada seluruh makhluk dan diri sendiri)
·         Memanfaatkan Dharma (ajaran tentang kehidupan) sebagai pedoman hidup.

Bagaimana menjaganya:
·         Jadi meskipun gagasan kita (anda dan saya) saling bertolak belakang, anda masih tetap bisa menjadi sahabat saya.
·         Itulah yg disebut cinta kasih tanpa pilih kasih, yaitu sesuatu yang melampaui gagasan dan pandangan kita yang biasa.

Jadi, kenapa kita membuang cinta kasih hanya untuk menjadi benar?

Sharing – sharing

Bambang sx :
Hal ini terjadi setiap kali tanpa kita sadar.
Misal di keluarga dan hidup bertetangga, karena hal yang tidak sesuai, sehingga kita bicara / menegur dengan suara keras, maka menjadi membuang cinta kasih.
Di Tzu Chi, kalau sering ikut gong xiu, bedah buku, mendengarkan sharing, kebijaksanaan kita akan semakin meningkat.

Herman sx :
Mensyukuri apa yang sudah didapat, sehat, tidak punya musuh, hidup harmoni.

Feranika Husodo sj:
Tema bedah buku ini pas dengan kejadian yang baru dialami.
Karena merasa benar, berdebat dengan orang yang paling disayangi.
Setelah bicara, menyadari bahwa dirinya salah, merasa tidak benar, dan harus meminta maaf.

Lina K. Lukman sj :
Dahulu terhadap nasehat orang tua, karena merasa diri sindiri benar, jadi berdebat dengan orang tua. Karena pergaulan, tidak mendengarkan nasehat orang tua, membuang cinta kasih.

Supardi Oey sx:
Merasa masa lalu nya sangat klop dengan tema bedah buku ini.
Mengenang masa-masa yang telah dilalui, sekarang merasa sudah bertindak salah, karena dahulu selalu merasa benar. Karena kebenaran tersebut, maka berpisah dengan istri.

Sebelum masuk Tzu Chi, jalan berkelak-kelok.

Setelah bergabung di Tzu Chi, merasa kehilangan banyak teman lama, karena otomatis jalan sendiri, tidak mungkin bersama teman-teman tsb.
Merasa bersyukur, kehilangan teman, namun mendapatkan keluarga besar, dan setiap saat dapat belajar yang lebih baik.

Filan sj :
Setelah bergabung di Tzu Chi, banyak belajar dari hal-hal kecil, bagaimana menghadapi orang, tata krama, belajar bersabar.

Stephen Ang sx :
Problem utama lebih ke emosi, batin kita mudah terpengaruh, terpancing.
Sering terpancing, timbul rasa marah, ketika berusaha menasehati orang tua yang sakit, untuk pantangan makan. Setelah marah, merasa tidak nyaman, merasa bersalah.
Setelah mengikuti bedah buku, juga baca artikel kecepatan batin, sekarang mulai berubah, tidak lagi memaksakan hasil. Apapun hasilnya, tetap bersabar.

Djohan Kurnia sx :
Untuk merasa benar, sangat subyektif. Tidak ada yang paling benar.
Kalau dasarnya sudah benar, kadangkala ada exception.
Ujung-ujungnya, apapun yang kita lakukan, ending-nya apakah “everybody happy?”, atau paling tidak apakah “All sides good?”. Harus dengan toleransi.


Dalam Buddha Dharma, para Bodhisatva selalu menjaga jodoh baik.
Karena kalau terlalu kaku, pecah, tidak ada kebaikan yang bisa ditanam.

Jenis dana :
  • Dana paramita
  • Sila paramita : mempraktekkan kebenaran hidup.
  • Santi paraminta ; ilmu kesabaran lebih tinggi daripada kebenaran. Kesulitan kita adalah sabar, setelah kita benar harus sabar. Dengan berlatih kesabaran kita memberi ruang cinta kasih.  Meskipun kita merasa sudah benar, kita beri ruang untuk melihat, tidak menutup.
Di ujung suatu situasi, tidak perlu buat kesimpulan, open hand.
Perlu proses untuk buat penjelasan, kaca mata yg digunakan untuk melihat benar dan salah.

Kita mau orang tua kita baik, sudah diberitahu, masih melanjutkan kebiasaan buruk.
Maka, bagaimana me-manage penyampaiannya dan memberikan contoh.

Jika diputusin, maka tidak ada kemjuan dua-duanya.
Jodoh pada Buddha Dharma, kepada Guru, bisa terealisasi.


Sabar lebih tinggi ilmunya daripada benar. Yang sabar lebih mudah menangkap kebenaran.
Penutup Po San sx :
  • Kita datang ke Tzu Chi, tempat melatih diri.
  • Melatih diri bukan berarti mengubah diri orang lain, melainkan diri sendiri.
  • Masing-masing punya pandangan, tidak ada kebenaran yang mutlak.
  • Semua sesuai jodohnya.
Jangan hanya bangga menjadi insan Tzu Chi, tetapi jadilah insan Tzu Chi yang membanggakan.

Gan en.

Link terkait :
Artikel Kegiatan Bedah Buku
Undangan Final Kegiatan Bedah Buku
Undangan Draft Kegiatan Bedah Buku 

Kamis, 22 Maret 2012


Kegiatan          : Bedah Buku He Qi Utara

Tema               : DHARMA MASTER CHENG YEN BERCERITA
                        Bagian 1: Buddha Dan Para Muridnya
                        Bab 1: Maudgalyayana Menyelamatkan Ibunya.
Pembicara        : Kumuda Yap Sx.
Tempat            : Jing Si Book And Cafe, Pluit
Waktu             : Kamis, 22 Maret 2012, Jam 19.00-21.00 WIB.
Jumlah peserta : 25 orang.

Kisah dari Maudgalyayana menyelamatkan ibunya, mempunyai 6 (enam) poin penting, yaitu:
Siapakah Maudgalyayana?
Salah satu siswa utama dengan keunggulan kekuatan Gaib. Bhiksu Maudgalyayana merupakan salah satu dari 10 siswa utama Buddha dan juga mempunyai keunggulan, yaitu: Kekuatan Gaib. Dengan kekuatan gaib ini Beliau bisa kemana saja, mau hilang dan muncul dimana pun bisa, mau terbang pun bisa dan ke alam lain pun bisa. Keunggulan (kekuatan) ini bukan tiba-tiba datang, tetapi dikarenakan adanya tekad masa lalu.

Menjadi siswa utama karena kekuatan tekad masa lalu. Mengapa Sariputta dan Maudgalyayana yang dijadikan murid utama? begitu banyak Bhiksu yang menjadi siswa Buddha, kenapa bukan Bhiksu A, Bhiksu B atau Bhiksu C yang menjadi siswa utama. Beberapa dari para Bhiksu komplain (protes) dan menganggap Buddha pilih kasih, tetapi Buddha mengatakan bukan Beliau yang membuat mereka menjadi siswa utama, tetapi karena Kekuatan tekad masa lalu merekalah yang membuat mereka menjadi siswa utama.

Dalam kelahiran yang sebelumnya berjodoh dengan Buddha Sakyamuni. Kalau kita membaca kitab Jataka yang mengisahkan kehidupan Sang Buddha pada kelahiran yang sebelumnya, diceritakan bahwa dulu Sang Buddha adalah seorang pengembara dan Ananda adalah pelayannya atau Sariputta adalah rajanya, dan tidak dipungkiri bahwa ada Jalinan Jodoh pada masa kehidupan lampau antara Sang Buddha dan siswanya, seperti juga dalam kitab Saddharma Pundarikka Sutta dikatakan bahwa adanya jalinan jodoh antara Sang Buddha dengan 500 Arahat.
Kita pun juga ada jalinan jodoh dengan Master, karena jalan yang Master tempuh adalah jalan Bodhisatva dan saat sekarang kita telah menjalin jodoh yang baik, maka bila suatu hari Master mendapat pencerahan dan menjadi THE NEXT BUDDHA, semoga kita semua bisa menjadi murid Master dan akhirnya juga akan tercerahkan.

Meskipun memiliki kekuatan gaib, tetapi tidak terhindar dari karma masa lalu. Bhiksu Maudgalyayana memiliki kesaktian yang luar biasa, tetapi beliau tidak bisa menghindar dari karma buruk masa lalunya dan meninggal dengan cara yang cukup  tragis. Buddha mengatakan "Karma tidak akan hilang, melainkan akan tetap mengikuti kita". Dikarenakan Bhiksu Maudgalyayana pada kehidupan yang lampau membunuh orangtuanya, maka walaupun dikehidupan yang selanjutnya berjodoh dan menjadi siswa utama Buddha, tetapi dampak (karma) dari membunuh itu akan tetap mengikutinya. 


Karma yang diperbuat  ibunya.
Hidup dalam kegelapan tanpa tahu mana yang benar, mana yang salah.
Pada masa kehidupan sebelum adanya Buddha dan Bodhisatva dan dimana tidak adanya Dharma, sebetulnya keadaan kehidupan itu tidaklah menguntungkan. Dan kehidupan seperti itu berarti berada dalam kegelapan tidak tahu mana yang benar dan salah.

Sering mengkonsumsi hewan, terutama ikan dengan memotong hidup-hidup. Sangat suka makan daging, terutama ikan yang segar. Pengertian dari daging yang segar itu adalah pemotongan hewan yang masih hidup. Proses itu lah yang tanpa disadari dari setiap melakukan pembunuhan, maka karma dari membunuh itu adalah karma yang sangat berat dan tidak bisa dihindari. Karena itu apabila diantara kita ada saudara yang berprofesi sebagai penjagal atau pun penjual daging, kita bisa sarankan untuk lebih baik segera beralih profesi.

Ketidaksukaan pada orang lain sering menjadi kebencian dan kemarahan.
Ibu beliau juga mempunyai tabiat yang kurang baik, yaitu kalau ia tidak suka pada seseorang dan ia melihat ada sesuatu yang tidak ia sukai, maka ia akan marah dan membenci. Keadaan seperti itu pada Zaman sekarang ini juga bisa terjadi pada siapapun.

Ketamakan yang berdampak pada iri hati maupun kesombongan.
Ketamakan dalam arti Materi, beliau juga tidak bisa melihat ada seseorang yang lebih darinya (iri hati), dan ketika mempunyai kelebihan walaupun sedikit ia tunjukan pada orang lain (kesombongan).  

Alam-alam rendah.
Alam manusia adalah alam yang paling unik, karena dibawah alam manisia adalah penderitaan dan di atas alam manusia adalah ketenangan.

Asura = seperti siluman.
Mempunyai kekuatan yang mirip dengan Dewa, tetapi diliputi dengan iri hati dan juga sering bertempur dengan dewa. Asura (siluman) hidup ratusan bahkan ribuan tahun karena memang dimensi ruang dan waktunya berbeda dengan alam manusia. Menderita karena iri hati (kekotoran batin) yang sangat tinggi.

Hewan.
Bumi sudah begitu padat tetapi masih ada begitu banyak kelahiran. Manusia meninggal dan bisa terlahir di alam hewan, begitu juga dengan hewan bisa terlahir menjadi manusia. Hal ini menunjukan Samsara , dimana satu siklus kelahiran dan kematian terus berlangsung. Ada sebuah cerita dimana ada seorang Bhiksu yang sangat melekat dengan jubahnya, dan setelah meninggal seharusnya jubah itu diberikan kepada bhiksu yang lain, tetapi Buddha mengatakan tunggulah sampai 3 hari, dan yang terjadi setelah 3 hari Bhiksu yang meninggal itu terlahir menjadi kutu yang menggigiti jubah itu. Di  zaman sekarang ini ada juga yang memiliki bentuk manusia tetapi memiliki sifat seperti hewan.

Peta = setan kelaparan.
Mempunyai perut yang sangat besar akan tetapi mempunyai mulut yang kecil hanya setitik dan dari mulutnya akan menyemburkan api. Jadi ketika membuka mulut untuk makan atau pun minum maka api dari mulutnya akan menghanguskan makanan dan menguapkan air, dan mereka menjadi sangat kelaparan.

Di Zaman sekarang ini pun Peta ada yaitu di Negara yang mengalami krisis pangan dan air.  
Ada 4 jenis Peta (setan kelaparan).
Memakan kotoran dan atau bebauan.
Tinggal di rawa.
Tidak bisa menikmati apapun.
Hidupnya bersumber dari pelimpahan jasa seperti Ulambana.

Avici = alam neraka.
Ada 18 alam neraka yang mempunyai tingkatannya masing-masing. Penderitaan di alam neraka sangatlah luar biasa, seperti yang Buddha katakan mengapa Buddha tidak menyampaikan keadaan di alam neraka karena manusia tidak akan mampu menahan penderitaan di alam neraka karena tidak bisa terlukiskan.

Ada 4 Jenis kelahiran.
Spontan => siapapun yang nantinya mempunyai karma baik atau buruk yang kuat maka ia akan langsung dilahirkan, entah itu dialam dewa ataupun dialam rendah. 
Kandungan => manusia
Telur dan Kelembaban => berhubungan dengan air maka menjadi tempat kehidupan dari  makhluk seperti ayam, ikan, cacing, dan lainnya.

Kekuatan karma sebagai penentu.
  • Semua makhluk mempunyai karmanya sendiri.
  • Mewarisi karmanya sendiri.
  • Lahir dari karmanya sendiri.
  • Berhubungan dengan karmanya sendiri.
  • Terlindung oleh karmanya sendiri.
  • Apapun karma yang diperbuatnya baik atau buruk itulah yang akan diwarisinya.
                                                           Seberapa besar karma yang diperbuat oleh ibunda dari Bhiksu Maudgalyayana, maka sebesar itulah ia menanggung akibat dari karma tersebut.

Ada sebagian orang yang kalau menjelang akhir tahun atau awal tahun melakukan kuamia (bertanya kepada peramal nasib) bagaimana nasibnya di tahun yang baru, apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Kalau kita khawatir pada apa yang belum tentu terjadi, berarti kita belum memahami apa yang disebut dengan kekuatan karma. Seperti apapun yang dikatakan seseorang maka kita langsung dipercaya, kalau itu terjadi sebenarnya kita jadi kehilangan potensi diri kita. Ramalan tidak banyak membawa kebahagiaan, lebih banyak membawa kecemasan, contoh kalau ada orang yang mengatakan kepada yang lain bahwa bulan ini kamu gelap dan jangan kemana-mana, lalu yang diberitahu itu pun mempercayai dan ia langsung tidak mau pergi kemanapun.


Jadi kalau kejadian itu bukan bagian dari karma kita maka tidak akan terjadi, walaupun itu terjadi maka terimalah sebagai bagian dari yang baik. Lebih baik berdoa dan berharap bagaimana kita bisa menerima karma buruk kita dengan tenang, tidak perlu menyalahkan orang lain ataupun keadaan. Kalau kita tidak menghadapi penderitaan maka tidak akan tahu seberapa sabar, kuat dan mengerti akan kehidupan.
Penderitaan tidak selalu adalah penderitaan, penderitaan adalah merupakan akil balik dalam kehidupan.

 Kebajikan kolektif mampu membantu.
  • Bagaikan segelas air garam.
  • Memiliki keyakinan dan jalinan jodoh pada Triratna serta seorang guru suci, adalah berkah tak ternilai.
  • Berada dalam kominitas yang berjalan di jalan Dharma, merupakan moment mengumpulkan jasa kebaikan.
Kisah ini menjadi dasar bagi tradisi CAU TU atau Ulambana.
  • Penting untuk selalu melakukan pelimpahan jasa pada sanak keluarga yang telah tiada.
  • Meskipun orangtua telah tiada, kita masih dapat menunjukan rasa bakti kita dengan sering melakukan pelimpahan jasa bagi mereka.
Dalam adat Tionghoa ada yang namanya perayaan Ceng Beng (sembahyang kepada orangtua dan sanak keluarga atau ziarah ke makam) dan ada tradisi memberikan uang kertas kepada yang telah tiada dengan membakar uang-uangan kertas. Tetapi pelimpahan jasa yang sebenarnya bukanlah seperti itu, melainkan adalah ketika kita melakukan suatu kebajikan misalnya setiap hari kebajikan apa yang kita lakukan itu kita limpahkan kepada mereka, maka kekuatan dari pelimpahan jasa itu akan menjadi lebih besar.

============================================================

Bila Anda telah membaca dan/atau merasa SUKA dengan isi INTISARI ini, jangan ragu-ragu untuk meng-klik tombol “LIKE” untuk Note ini.
(kami harapkan partisipasinya karena kami ingin mengetahui sejauh mana manfaaat Intisari ini untuk para pembacanya).
GAN EN.

============================================================
Link terkait :
Artikel Kegiatan Bedah buku
Undangan Final Kegiatan Bedah Buku
Undangan Draft Kegiatan Bedah Buku

Kamis, 15 Maret 2012

Kegiatan : Bedah Buku He Qi Utara

Tema : “Sebuah Perjalanan Yang Memberi Inspirasi”
MC : Po San
Sharing by : Lo Hok Lay
Lokasi :  Jing Si Books & Cafe Pluit
Waktu : 15 Maret 2012, 19.00-21.00 WIB
Jumlah Peserta : 26 orang

 Sharing by Lo Hok Lay Shixiong :

Awal bergabung di Tzu Chi hampir karena terpaksa. Motivasi awal saya bergabung adalah :
1. bertobat (menebus dosa), karena saya telah melakukan banyak kesalahan terhadap keluarga.
2. mencari pahala




Motivasi setelah bergabung di Tzu Chi :
1. Menolong orang lain
2. Menjadi orang baik
3. Meningkatkan moralitas
4. Belajar kebijaksanaan

Sejak awal tahun 2008 hingga sekarang, saya aktif sebagai relawan di RSKB Cinta Kasih Cengkareng. Di sana kita bisa melihat banyak hal, lahir, tua, sakit, meninggal. Ada rasa senang, gembira, sedih, kemalangan, semuanya ada. Master bilang, kalau kita mencari pahala, kita akan kecewa. Saya pernah jatuh dan pergelangan tangan saya patah. Ini suatu tanda bahwa, bukan berarti setelah saya berbuat baik maka akan langsung mendapat pahala. Akhirnya saya memilih hanya menjadi orang baik saja.

 Ada perkataan Master seperti ini : Zuo Zhong Xue, Xue Zhong Jue, Jue Zhong Wu (做中學﹐學中覺﹐覺中悟). Artinya, dalam BEKERJA kita BELAJAR, ketika BELAJAR kita akan MERASAKAN, dan setelah MERASAKAN maka kita akan TERSADARKAN. Banyak hal yang bisa menginspirasi ketika kita bekerja. Misalnya ketika kita ikut survey kasus, atau kunjungan kasih. Berkunjung ke rumah gan en hu dan melihat langsung kondisi tempat tinggal mereka yang sempit, kecil, pengap, ditambah lagi orang yang tinggal di dalamnya itu sedang sakit, sehingga tercium bau, ada juga pasien yang terpaksa buang air besar dan kecil di ruangan yang sama. Melihat hal tersebut, membuat kita tersentak, ternyata masih ada yang seperti itu.

Sesuai dengan yang Master Cheng Yen katakan, Jian Ku Zhi Fu (見苦知福). Artinya, setelah melihat penderitaan, barulah menyadari diri sendiri ternyata banyak berkah. Misalnya mengenai makan, seringkali kita membuat pertanyaan ‘besok mau makan apa ya?’. Tapi bagi mereka yang tak mampu, mereka akan bertanya ‘besok dapat makan gak ya?’. Kebanyakan dari mereka hanya makan dua kali sehari, tidak ada sarapan. Dari sini saya belajar BERSYUKUR. Dan kalau kita perhatikan mengapa lebih banyak orang susah/miskin yang sakit, bukan orang kaya, dari sini saya belajar KARMA. Kita hendaknya bisa bersyukur atas apa yang kita miliki, karena ketidakpuasan akan membuat kita menderita.

Dari melihat penderitaan, saya BERSYUKUR, kemudian tergerak untuk membantu. Selain itu saya juga belajar MEMAHAMI. Empat hal yaitu ZHI ZU (kenal puas), GAN EN (bersyukur), SHAN JIE (berpengertian), BAO RONG (berlapang dada). Sekarang saya di Tzu Chi, yang saya lakukan adalah kegiatan yang tidak melanggar sila, berbeda dengan dulu. Di sini saya juga belajar sedikit demi sedikit MELEPAS/mengikis ego. Dulu ketika main dan pernah kalah sekitar 8 juta, ada perasaan kesal karena kalah, lalu menggunakan uang 3 juta lagi untuk membuang rasa yang tidak enak akibat kekalahan. Di sini kita melihat, lingkungan sangat berpengaruh pada diri kita. Sekarang saya bergabung di Tzu Chi, berada di lingkungan orang-orang baik, itu sangat mempengaruhi saya untuk berubah. Hidup ini begitu singkat, saya tidak tahu kapan hidup saya akan berakhir. Karena itu saya selalu mengingatkan diri untuk berbicara yang baik, berpikir yang baik, dan melakukan yang baik. Dalam ajaran Buddha juga ada 8 Jalan Kebenaran, semuanya harus BENAR. Tanpa sadar, di Tzu Chi sebenarnya kita sudah melatih Sila, Samadhi, dan Panna. Kita melatih diri kita, seperti yang Master Cheng Yen katakan : Jagalah hati kita. Karena kita tidak bisa mengendalikan ucapan/tindakan orang lain, yang bisa kita lakukan adalah senantiasa menjaga HATI kita. Master juga mengatakan, kita di pihak yang benar saja harus minta maaf, apalagi kalau kita yang bersalah.

Bersumbangsih adalah KEBERKAHAN.
Bersumbangsih dengan tanpa pamrih dan dengan hati bersuka cita adalah KEBIJAKSANAAN.
--Master Cheng Yen—

Master menginginkan kita untuk membina kebijaksanaan, bukan hanya membina berkah. Tidak melihat suatu hal berdasarkan untung atau rugi, tapi lakukanlah hal yang baik walaupun rugi.


 Dhamma ada di mana-mana. Master mengatakan setiap orang adalah sutra hidup. Jia jia you ben nan nian de jing (家家有本難念的經), setiap orang atau keluarga ada kesulitannya masing-masing. Ada cerita mengenai sepasang suami istri yang berjalan di tengah hujan memakai payung. Melihat pasangan yang sedang naik motor, mereka merasa alangkah baiknya bila mereka punya motor sehingga tidak perlu berjalan kaki. Pasangan yang naik motor ini melihat pasangan lain yang mengendarai mobil. Mereka berpikir, alangkah baiknya bila mereka memiliki mobil sehingga tidak perlu kena hujan. Ternyata pasangan yang ada di dalam mobil ini sedang bertengkar, mereka melihat pasangan yang berjalan memegang payung tadi, mereka berpikir alangkah bagusnya bila bisa seperti pasangan ini, yang terlihat lebih mesra dan harmonis di bawah sebuah payung. Dari cerita ini, kita sadar bahwa kita selalu melihat orang lain lebih baik dari kita, itu adalah pandangan yang kurang tepat.

Berbuat baiklah setiap kali ada kesempatan. Bilamana kesempatan sudah berlalu, baru mau mencoba, maka kesempatan itu tak akan datang kembali.
--Master Cheng Yen—

Oleh sebab itu, Master mengatakan LAKUKAN SAJA! Langsung wujudkan setiap welas asih dengan berbuat baik. Cinta kasih ada di dalam diri setiap orang, hanya perlu digali, yaitu dengan cara mengikuti kegiatan sosial, amal, pelestarian lingkungan, dll.

Perbuatan baik harus diwujudkan dalam tindakan nyata.  Kebijaksanaan yang tumbuh dari perbuatan baik ini baru benar-benar bermanfaat dalam kehidupan.
--Master Cheng Yen—

Welas asih dan cinta kasih itu bisa bertumbuh. Master juga mengatakan kita harus bisa melihat dengan telinga, mendengar dengan mata. Awalnya saya tidak mengerti maksud kalimat ini. Suatu saat saya melihat sebuah poster seorang anak, di matanya ada pantulan gambar seorang relawan biru putih. Saya lalu sadar, dari melihat poster ini saya seolah-olah sudah mendengar ceritanya. Kemudian, ketika saya mendengar cerita para korban musibah, saya bisa langsung membayangkan gambarannya, inilah maksud dari melihat dengan telinga.

Sebuah perbuatan baik memerlukan partisipasi Anda, saya, dan dia, agar dapat terlaksana dengan baik. Karena itu, jangan sampai ada perselisihan antara Anda, saya, dan dia.
--Master Cheng Yen—

Kehidupan yang penuh berkah dan kepuasan adalah ketika mampu menjadikan kegembiraan orang lain sebagai kebahagiaan diri sendiri, serta menjadikan keberhasilan orang lain sebagai kebanggaan diri sendiri.
--Master Cheng Yen—

Di Bedah Buku ini, melihat kemajuan tim Bedah Buku, saya juga ikut merasa bahagia.

Ketika hidup kita penuh berkah, kita harus segera menciptakan kembali berkah, dan jangan pernah menunda, sebab kita tak dapat memprediksi masa depan.
--Master Cheng Yen—

Dalam berkegiatan, jangan merasa terbebani, jangan merasa tidak enak karena sudah diajak orang tertentu. Jangan ada keterpaksaan, jangan memaksakan diri, kalo bisa ya bilang bisa, kalo tidak bisa ya bilang tidak bisa. Kalau ragu-ragu, coba tanyakan kembali motivasi kita. Kita sendirilah yang tahu apa yang kita inginkan. Kita harus jujur pada diri kita sendiri. Apa yang kita lakukan dengan sukacita tentu akan lebih tulus. Dari sini juga bisa melatih ketulusan. Selain itu kita juga mestinya bisa bekerja tanpa pamrih (fu chu wu suo qiu/付出無所求). Semua relawan hendaknya belajar lebih bijaksana. Senantiasa mengingat kita semua adalah setara, tiada orang yang tidak kukasihi, tiada orang yang tidak kupercayai, tiada orang yang tidak kumaafkan.

Kita harus belajar menjadi orang bijaksana, harus ditumbuhkan dari dalam. Kebahagiaan dan kebijaksanaan itu harus digali dari dalam diri kita, bukan dari luar. Kebahagiaan datang dari MEMBERI, yang memberi lebih berbahagia dari yang menerima. Karena dengan memberi, kita telah menciptakan berkah, sehingga merasa bahagia. Sedangkan yang menerima biasanya masih suka mengeluh, atau masih banyak diliputi kotoran batin.

Closing by Po San Shixiong :

  • Dalam memberi bantuan, penerima bantuan belum tentu berterima kasih, namun kitalah yang berterima kasih, bersyukur, dengan penuh hormat, sehingga lebih bahagia.
  • Dharma adalah yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Punya niat tapi tidak dilakukan, sama saja dengan punya benih tapi tidak pernah ditabur. Di Tzu Chi tersedia ladang yang sangat luas, siap untuk kita garap.  
  • Dalam hati kita ada ruang, penuhilah dengan cinta kasih sehingga tidak ada ruang untuk kebencian, dendam, dll.

Kamis, 08 Maret 2012


Kegiatan                              : Bedah Buku, He Qi : Utara

Tema                                    : “Jalan Para Bodhisattva”
Buku                                    : 20 Kesulitan Dalam Kehidupan, Bab Penutup hal. 259 - 266
Pembicara                            : Apriyanto sx (Redaktur Majalah Dunia Tzu Chi)
Lokasi                                   : Jing Si Books & Café Pluit
Waktu                                   : Kamis, 08 Maret 2012, Pk: 19:00 – 21:00
Jumlah Peserta                     : 35


Pengertian Bodhisattva
Bodhi = pencerahan
Sattva = makhluk

Bodhisattva adalah makhluk yang memiliki motivasi kebodhi-an untuk mencerahkan dirinya dan mencerahkan orang lain. Dalam arti sempit Bodhisattva adalah calon Buddha. Tetapi didalam Mahayana Bodhisattva juga adalah makhluk-makhluk suci lainnya yang memiliki tekad bodhi yaitu para mahasattva dan bodhisattva.


Bodhisattva Ksitigarbha misalnya karena welas asihnya beliau bertekad “selama alam neraka masih belum kosong, masih banyak makhluk yang tertimpa karma buruk terlahir dialam hukuman saya bertekad tidak menjadi Buddha yang menikmati nibbana.” Di Tzu Chi Bodhisattva adalah orang-orang yang bersedia menolong penderitaan yang lain.

 Dimanakah jalan Bodhisattva itu berada?
Jalan Bodhisattva itu ada “di rumah,” ke dua orang tua kita adalah “Buddha.” Jalan Bodhisattva harus dimulai dari keluarga, kita harus berbakti dulu kepada orang tua kita.” Saat berada di jalan Bodhisattva kita harus memiliki semangat pantang menyerah, tidak boleh terlalu banyak pertimbangan dan perhitungan. Jika kita rasakan itu bisa membantu orang lain maka lakukan saja. Saat berada di jalan Bodhisattva kita harus bertekad melepaskan ego.

Tiga karakteristik klasik (syair utama untuk para murid Tiongkok sebelum memasuki sekolah formal), dibuka dengan kalimat berikut, “saat lahir, sifat alami manusia adalah baik, sifat alami kita adalah sama, dan tingkah laku kita jauh berbeda.” Dahulu pernah ada orang yang bertanya kepada Master Cheng Yen “jika setiap orang pada dasarnya memiliki sifat Buddha, kenapa masih harus belajar ajaran Buddha?” lalu Master menjawab “walaupun setiap orang pada awalnya memiliki sifat Buddha namun, dikemudian hari terbentuk tabiat buruk yang sangat berat dan jalan yang sesat. Maka ajaran Buddha adalah mencari jalan untuk kembali.” Itulah sebabnya Master mau kita bertobat bertekad untuk merubah sifat-sifat buruk kita membuang ego kita, mengikis ketamakan, kebencian, kebodohan, kesombongan dan keraguan.

Jika kita dengan berlatih mengurangi sifat-sifat buruk kita apakah itu artinya akar kebijaksanaan kita pun sudah meningkat?

Kita membawa begitu banyak kualitas baik dan buruk yang sudah dikumpulkan dari setiap masa kehidupan yang tidak bisa dihitung yang bisa membawa kita pada penciptaan “karma.” Jadi apa yang kita tanam dari perbuatan yang kita lakukan yang mana yang lebih banyak itu akan menjadi mayoritas mewarnai kebiasaan kita, fondasi kita lahir itu sudah membawa sifat-sifat yang tertanam. Seperti “tabungan” jika sekarang kita belajar di Tzu Chi belajar pemahaman yang baik cenderung berbuat baik maka kehidupan mendatang ia akan mewarnai kehidupan kita, cenderung memiliki sifat baik. Sedangkan konghucu menitikberatkan pada bahwa lingkungan dan pendidikan yang akan membentuk karakter orang, ia akan cenderung mengikuti pola-pola lingkungannya meniru banyak dari lingkungannya.

Master mengatakan kita jangan sampai maju satu langkah mundur satu langkah atau mungkin lebih buruknya bisa mundur dua langkah, seperti mendaki gunung semakin tinggi kita mendaki maka terpaan anginnya akan terasa semakin kencang. Kita harus siap menghadapi situasi.

Ketika kita mempelajari ajaran Buddha, kita harus melenyapkan kebiasaan buruk kita, kembali pada sifat alami kita yang asli. Pikiran, perkataan, dan perbuatan harus selaras. Didalam hukum karma pikiran, perkataan, perbuatan adalah tiga jalur atau pintu yang menciptakan karma. Hukum karma berjalan lebih jauh dan lebih ke awal mulai dari “pikiran” atau “niat” maka benih-benih itu sudah ditanam dalam gudang memori kita. Apa yang kita tanam itu yang akan kita tuai, saat berbuat kebajikan artinya kita sedang menanam berkah, namun di Tzu Chi kita tidak hanya menanam berkah tetapi juga memupuk kebijaksanaan.
Ketika kita sudah bertekad untuk mempelajari Buddha Dharma  maka kita harus tekun hingga akhir. Kita tidak boleh frustasi dan putus asa saat menemui kesulitan, jika tidak maka tekad kita akan cepat merosot. Oleh karena itu, keyakinan awal kita harus  mantap.

Jangan beristirahat, karena sekali Anda mengendur, akan sangat sulit untuk memulainya kembali. Kesulitan adalah sebuah buku yang mengajarkan kita tanpa kata-kata, hadir di hadapan kita apa adanya. Marilah kita menggunakannya untuk menguji seberapa berhasil kita telah melatih diri dan mengingatkan kita untuk menjadi tulus dalam pembelajaran. Marilah kita mengubah lingkungan dengan pikiran kita, dan jangan biarkan hati kita berubah oleh hal-hal di lingkungan kita.

Gan En.

Link terkait :
Undangan Final Kegiatan Bedah Buku
Undangan Draft Kegiatan Bedah Buku 

Kamis, 01 Maret 2012


Kegiatan: Bedah Buku, He Qi: Utara.

Tema: Bab XX Sulit Untuk Memahami Metode Terampil.
Buku: 20 Kesulitan dalam kehidupan (hal. 243-253).
Pembicara: Ji Shou Shixiong
Lokasi: Jing Si Books & cafe Pluit.
Waktu: Kamis, 01 Maret 2012, Pukul: 19.00- 21.00 WIB.
Jumlah Peserta : 55 orang.

Metode terampil adalah kebenaran yang sebenarnya. Karena semua melakukan maka menjadi suatu kebenaran. Melakukan tanpa memahami dan mendalami adalah suatu kesalahan yang akan menjadi masalah bagi kita, seperti kata Master Cheng Yen: “banyak hal jika tidak dipahami, hanya belajar permukaannya saja maka akan menjadi masalah bagi kita”.

Kegiatan sosial di Tzu Chi adalah “Metode Terampil”, sedangkan metode terampil adalah suatu alat.
Tzu Chi mempunyai budaya humanis, bersyukur pada penerima bantuan karena dengan melihat penderitaan secara langsung maka kita punya peluang untuk berbuat kebajikan dan dengan adanya penderitaan, mengajari kita untuk bisa bersyukur (tahu berpuas diri) dalam kehidupan ini.

Seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha, ada 4 kebenaran mulia, yaitu:

  • Adanya derita.
  • Penyebab derita.
  • Menghapus penderitaan.
  • Mencapai kebahagiaan.





Lalu di buku ada disebutkan : “Apakah perlu bagi umat Buddha untuk bernamaskara di depan rupang?
Sebenarnya namaskara adalah sebuah ekspresi dari rasa hormat kita kepada Guru dan kebijaksanaannya yang mulia. Namaskara juga bermanfaat bagi tubuh dan pikiran. Ketika kita melakukan namaskara di depan rupang Buddha, secara fisik kita berlatih, secara verbal kita menyebut nama Buddha dan secara pikiran kita memvisualisasikan serta merenungkan ajaran-ajaran Buddha, mengingatkan diri kita sendiri untuk mengikuti semangat dan langkah para Buddha dan bodhisattva. Proses ini merupakan sebuah metode pengembangan spiritual, secara perlahan-lahan kita mengembangkan kebijaksanaan kita.

Ada beberapa orang lebih memilih berjalan atau bentuk aktivitas lainnya daripada melakukan namaskara. Apa perbedaan antara berjalan dan melakukan namaskara di depan sebuah rupang? Saat kita berjalan, pikiran kita masih mudah mengembara dan karena kita biasa berjalan dengan orang lain, kita mulai bergosip tentang orang lain. Meskipun kita sedang latihan fisik tetapi mulut kita terus menciptakan karma buruk dengan kata-kata yang kita ucapkan dan pikiran kita terganggu karena mendengar begitu banyak celaan tentang orang lain. Jadi, ketika kita latihan, mulut dan pikiran kita tidak mampu dijernihkan.  

Lalu apakah bodhisattva itu?
Menurut Hok Lay shixiong, bodhisattva adalah calon Buddha yang menolong orang lain. Orang membutuhkan apa, kita bantu.

Lalu apa arti Amituofo?
Setiap umat Buddha selalu mengucapkan Amituofo apabila saling menyapa, yang artinya berkah, pencerahan dan umur yang tak terbatas.

Awal perjalanan Ji Shou Shixiong di Tzu Chi, sebagai donatur terlebih dahulu. Kemudian diajak oleh relawan untuk mengikuti kegiatan, tetapi Ji Shou Shixiong selalu tak punya waktu untuk ikut. Selama tiga bulan relawan Tzu Chi ini tak pernah putus asa, selalu mengajak Shixiong untuk mengikuti kegiatan, sehingga suatu hari tergeraklah hati Ji Shou Shixiong, lalu Shixiong juga mengajak istrinya untuk ikut serta dalam kunjungan kasih. Mereka mengunjungi seorang nenek dan memberikan beras kepadanya setiap dua minggu sekali, serta membawa makanan yang siap untuk dimakan pada saat itu juga. Ketika mereka sampai di rumah nenek dan memberikan makanan itu, nenek lalu membagi porsi makanannya menjadi dua. Satu dipersembahkan ke altar mendiang suaminya. Ji Shou Shixiong yang melihat kejadian ini lalu timbul suatu perasaan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Dia melihat seorang nenek yang sudah tua, tapi masih mengingat suaminya serta masih melayani. Semenjak saat itu Ji Shou Shixiong selalu menyempatkan waktu untuk mengikuti kegiatan yang ada.

Ji Shou Shixiong sendiripun heran waktu yang dipergunakan selama sehari 24 jam itu kemana saja ya? Padahal kerja hanya 8 jam yaitu sepertiga hari. Lalu 8 jam ketiganya dipergunakan untuk tidur. Sedangkan 8 jam yang kedua dipergunakan untuk apa? Nah, masalahnya di sini, dimana kita menghabiskan waktu yang delapan jam ini? Kadang kala kita menunggu, baik itu nunggu antrian di toilet atau nunggu kendaraan. Sebenarnya apa yang mau dilakukan dalam hidup ini? Apakah kita menyadari dimana waktu itu dihabiskan?

 Jika kita bisa menghargai waktu maka kita akan menghargai hidup dan akan bahagia.
Jika kita menginginkan perubahan maka lakukan dalam 21 hari berturut-turut, karena itu nantinya akan menjadi kebiasaaan baru kita. Apabila pada hari ke empat, lima atau enam sulit untuk dilakukan, maka itu akan menjadi penghalang kita. Jika kita melakukannya dengan mudah maka kita akan berhasil membentuk suatu kebiasaan yang baru.

 Di dalam Sutra Intan, Buddha berkata: “Mengetahui ajaran-ajaranKu seperti sebuah rakit yang dapat menyeberangkan anda dari sungai penderitaan”. Master Cheng Yen juga ingin agar kita semua dapat menyeberangi sungai tersebut. Jangan ada timbul masalah di tengah-tengah penyeberangan tersebut, yang mengakibatkan rakit terbalik, sehingga semuanya tenggelam tanpa mencapai tujuan akhir


Ada 4 sup resep Tzu Chi menurut Ji Shou Shixiong:
  • Terharu baru bisa bersyukur.
  • Hidup sederhana baru bisa berpuas diri.
  • Memahami baru bisa pengertian.
  • Hanya ada cinta baru bisa memaafkan.


 Sebagai penutup Po San Shixiong memberikan beberapa kata motivasi:
  1. Manfaatkan setiap detik kehidupan kita dengan sebaik-baiknya.
  2. Master Cheng Yen pernah berkata: “ Jika sudah tidak hidup, apa yang bisa membuat kita berharga?”
  3. Buddha Dharma harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya dipelajari saja.

Gunakanlah waktu dengan baik, karena ia terus berlalu tanpa kita sadari.
Masalah di dunia tidak mampu diselesaikan oleh seorang saja. Dibutuhkan uluran tangan dan kekuatan banyak orang yang bekerjasama untuk dapat menyelesaikan masalah di dunia (kata perenungan Master Cheng Yen).