Tema : “Menyuguhkan dengan Hati”
MC : Po San
Penerjemah : Djohan Kurnia, Livia Lie
Sharing by : Xie Guo Xiang (Ketua Tim Konsumsi di salah satu He Qi di Tzu Chi Taipei-Taiwan)
Lokasi : Jing Si Books & Cafe Pluit
Waktu : 3 Mei 2012, 19.00-21.00 WIB
Jumlah Peserta : 45 orang
Sharing by Xie Guo Xiang Shixiong :
Saya bergabung di Tzu Chi pada tahun 1999, Ketua Hu Ai di salah satu komunitas di Taipei, juga sebagai Yi De Papa (wali ayah bagi murid yang jauh dari orang tuanya), dan Ketua Tim Konsumsi di salah satu He Qi di Taiwan. Saya sangat senang punya kesempatan untuk sharing di sini. Sebagai ketua konsumsi, bukan berarti saya paling hebat, tapi karena ada kerjasama dari banyak orang, sehingga pekerjaan bisa terlaksana dengan baik.
Kita sering mendengar Master Cheng Yen mengatakan “lai bu ji” (sudah tidak keburu). Satu hal, mungkin karena Master sudah lanjut usia, siapa yang akan meneruskan pekerjaan Master? Jumlah orang yang membutuhkan bantuan dengan orang yang memberi bantuan sudah tidak sebanding. Kalau kita tidak segera berkembang, maka dikuatirkan makin banyak yang tidak tertolong. Seperti Taiwan saja, Taiwan begitu besar, apakah orang yang butuh bantuan sudah tertolong semua? Tidak. Kita mestinya segera pu sa da zhao sheng (menggalang bodhisattva dunia). Melihat banyaknya korban bencana yang disiarkan melalui televisi, kita semua punya hati dan niat untuk menolong. Namun niat saja tidak cukup, harus ada tindakan. Kalau kita punya niat yang sama, walaupun belum terwujud, namun dengan banyaknya orang, setidaknya kita sudah punya banyak kekuatan. Master sangat kuatir, begitu banyaknya bencana, itu semua sumbernya dari manusia juga, yaitu dari 3 akar : ketamakan, kebencian, dan kebodohan. Master mengikuti berita-berita melalui televisi, semuanya membuat Master sangat kuatir, sehingga Master melakukan banyak kegiatan, yaitu ceramah setiap hari, selain itu ada juga Sanubari Teduh, dll dengan tujuan menyucikan hati manusia.

Apakah perbedaan pintar dengan bijaksana? Orang pintar belum tentu bisa membantu orang, hati welas asih bukan berasal dari kepintaran. CONG MING (聰明=kepintaran) dan SHENG MING (生命=jiwa) adalah pemberian ibu, tapi HUI MING (慧命=kebijaksanaan) kita dapatkan dari guru-guru, dari Master.
Fu cong zuo zhong de huan xi / 福從做中得歡喜 = Sukacita dalam berkah didapat dari melakukan.
Hui cong shan jie de zi zai / 慧從善解得自在 = Ketenangan dalam kebijaksanaan didapat dari berpengertian.
Dengan berpengertian, misalnya ada orang atau teman yang datang terlambat di suatu kegiatan, bila kita hanya menggunakan kepintaran menilainya, maka kita akan mengkritiknya. Sebaliknya bila menggunakan kebijaksanaan, kita akan bisa lebih memahami orang, mungkin kita akan berpikir, oh mungkin dia ada keperluan sehingga datang terlambat, dan sekarang dia sudah datang ya sudah, itu lebih baik daripada tidak datang.
Menyajikan makanan/hidangan dengan hati
Misalnya istri sudah dengan susah payah menyiapkan makanan, sebagai suami hindari mengatakan “makanannya tidak enak” karena ini akan menyakiti hati istri yang mengharapkan kata-kata yang menunjukkan rasa menghargai atas hasil kerjanya. Mungkin bisa diganti dengan mengatakan “makanan ini enak, tapi akan lebih enak lagi kalau garamnya dikurangi sedikit”. Begitu juga dengan hal-hal lainnya, misalnya ketika ditanyain pendapat mengenai pakaian, dengan cara yang sama juga, suami boleh mengatakan “pakaiannya bagus, tapi akan lebih bagus lagi kalau dilonggarkan sedikit”, atau “dikecilkan sedikit”. Ucapkanlah kata-kata yang positif, hindari kata-kata negatif yang bisa menyinggung perasaan. Dengan arti kalimat yang sama, tapi hasil yang diperoleh sangat berbeda, hubungan tetap terjaga baik. Selalu ingat 4 sup Tzu Chi : ZHI ZU/知足 (kenal puas), GAN EN/感恩 (bersyukur), SHAN JIE/善解 (berpengertian), BAO RONG/包容 (berlapang dada). Wu kuan bu ru xin kuan /屋寬不如心寬 = lebih baik memiliki lapang dada daripada rumah yang lapang. Karena kondisi hati yang lapang, walaupun rumah sempit, tapi tetap bisa bahagia.
Menyuguhkan dengan hati, prinsip dasarnya adalah ZHEN/真 (Benar), SHAN/善 (Bajik), MEI/ 美 (Indah). Ketiga prinsip ini adalah prinsip Master yang paling dasar, Master selalu menghendaki segala sesuatunya agar ditampilkan dengan Zhen-Shan-Mei, termasuk hidangan makanan, dihidangkan dengan Zhen-Shan-Mei, sederhana dan tidak rumit. Nama makanan juga tidak ada yang rumit.
Prinsip memotong sayur harus seragam, harus kelihatan sama panjang, ini juga ada artinya. Ketika kita sudah terbiasa melakukan hal kecil (yaitu memotong sayur) dengan baik dan rapi, maka kita secara tidak langsung sudah melatih dan mengendalikan diri kita untuk menjadi disiplin, sesuai prosedur, dan ada BATASAN (FEN CUN/分寸). Memotong sayur dengan rapi dan sama panjang juga menunjukkan KESETARAAN, bahwa setiap relawan tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain, semuanya adalah setara, bersama-sama bekerja sebagai sebuah tim.
Tzu Chi INDAH, indahnya itu berasal dari keindahan setiap individualnya, kita semua sayang kepada Master Cheng Yen, karena sayang tentu kita mau patuh kepada Master. Ada yang bertanya, mengapa kita tidak makan dengan menggunakan sendok saja, mengapa makan nasi juga harus memakai sumpit? Tzu Chi adalah wadah pelatihan diri, makan juga merupakan salah satu sarana melatih diri. Biasanya seorang suami akan memiliki banyak tuntutan terhadap istrinya, begitu juga sebaliknya. Istri selalu meminta suami untuk tidak pulang malam, tidak minum arak, dll. Suami selalu meminta istrinya agar tidak boros beli ini beli itu, berbicara harus lembut, dll. Masing-masing menuntut agar pihak lain memiliki sikap yang ideal, dibandingkan dengan memegang sumpit makan nasi, manakah yang lebih sulit? Bila memegang sumpit, hal yang begitu sederhana saja kita tidak sanggup lakukan, bagaimana mungkin kita bisa melakukan hal-hal lain yang lebih besar dan rumit? Ini juga merupakan salah satu sarana pelatihan diri.
Setiap kegiatan, ketika berinteraksi dengan orang lain, penerima bantuan misalnya, kita bisa dengan senang hati tersenyum-senyum dan dengan ramah mengucapkan “Terima kasih”, “Gan en”, kemudian memberi hormat dan bungkuk 90 derajat. Tapi setelah pulang ke rumah, orang di rumah berbuat sedikit salah saja kita sudah marah. Mengapa kita tidak bisa mempraktekkan hal yang sama terhadap penerima bantuan tadi dengan orang-orang dekat kita, keluarga, pasangan, orang tua, yang adalah orang-orang yang kita kasihi? Bila kita bisa menggunakan sikap yang sama, maka keluarga kita tentunya akan harmonis dan bahagia.
Dengan sesama relawan juga misalnya, kita bisa dengan sangat sungkan dan bisa setiap saat “Gan en Shixiong, Gan en Shijie” walaupun hanya dibantu dengan tindakan yang sangat kecil. Tapi mengapa kita sulit untuk memperlakukan orang di rumah dengan sikap yang sama? Misalnya istri yang sepanjang waktu, sudah bertahun-tahun menyiapkan makan, memasak, mencuci, mengurus rumah, dll. Suami yang sudah bekerja keras selama ini untuk mencari nafkah bagi keluarga. Hendaknya kita bisa saling “Gan en” juga, mulai dari setiap tindakan yang kecil, sudah diambilkan air misalnya, dll.
Bagi sebagian orang, di rumahnya ada memuja dewa, setiap hari atau pada hari tertentu kita membeli buah, makanan, persembahan untuk disajikan, dan kita juga berdoa dan memohon ini dan itu. Sebuah niat hati seperti ini alangkah baiknya juga kita terapkan terhadap orang tua kita, karena mereka juga merupakan bodhisattva yang pada kenyataannya bisa membantu kita. Dengan menggunakan hati dan niat serta sikap hormat yang sama pada dewa, kita terapkan pada orang tua kita, sanak saudara, tetangga, maka mereka akan bersikap baik juga terhadap kita, bisa akur, dan saling perhatian, saling melindungi.
Selain tidur, Master tidak memiliki waktu untuk diri sendiri, karena penderitaan sudah terlalu banyak, makanya “lai bu ji”. Satu lagi “wu chang/ 無常”(ketidakkekalan), manusia tidak memiliki hak milik atas tubuhnya, yang ada hanya hak pakai. Kita juga tidak bisa memprediksi masa depan, kapan akan terjadi topan, gempa, badai, kecelakaan, dll. Tidak ada yang bisa menjamin setiap orang pasti selamat, tidak ada yang bisa menjamin besok kita masih bisa bangun (hidup). Inilah yang dimaksud dengan ketidakkekalan/ketidakpastian. Misalnya tiba-tiba kehilangan mobil atau barang, sebelum hilang kita merasa senang, tapi setelah hilang kita merasa sedih/menderita, ini juga bisa disebut sebagai “wu chang”, tidak ada yang bisa menjamin besok kita akan bahagia sepanjang hari.
Yin yuan/因緣 (Hubungan sebab akibat/Jodoh)
Hari ini semua Shixiong Shijie bisa hadir di sini, itu karena “yin yuan” (adanya kondisi/hubungan sebab akibat/jodoh). Namun tidak semua hal adalah kondisi/jodoh yang menyenangkan. Master sering mengingatkan kita agar menggunakan “Shan jie/善解” (berpengertian benar) dalam menghadapi dan memahami setiap hal. Karena itu ada pepatah “Gan yuan zuo, huan xi shou/甘願做﹐歡喜受” (melakukan dengan sukarela, menerima hasilnya dengan sukacita).
Kita adalah bagian dari sebab, misalnya ada orang yang tiba-tiba mau pinjam uang kita, mengapa dia tidak pinjam dari orang lain saja? Nah, inilah sebab akibat (yinyuan). Ada 7 milyar jumlah penduduk seluruh dunia, katakanlah ada 3,5 milyar pria, dan 3,5 milyar wanita, tapi mengapa kita bisa bertemu dengannya dan menjadi suami/istri kita? Ini adalah jodoh (yinyuan). Terkadang kita mendengar, ada suami/istri orang lain, sangat baik, orangnya begini begitu, mengapa tidak berjodoh menjadi suami/istri kita saja? Ini adalah pemikiran yang keliru, kita hendaknya menghargai apa yang sudah kita miliki, hadapi dan sikapi yang sudah ada. Bila bertemu dengan kondisi yang kurang menyenangkan, kita anggap saja pada kehidupan yang lampau kita sudah menerima banyak, sehingga di kehidupan ini kitalah yang harus memberi banyak. Dengan pemikiran seperti ini, kita akan lebih berbahagia.
Banyak istri yang sering mengeluh suaminya sering pulang malam. Master selalu menjawabnya dengan positif “sudah bagus pulang jam 11, daripada jam 1 pagi”. Kalau ada yang mengeluh suaminya sering pulang jam 1 pagi, Master akan menjawab “sudah bagus pulang jam 1, daripada pulang saat langit sudah terang”. Dan bila ada yang mengeluh suaminya pulang pagi, Master akan menjawab “sudah bagus dia ada pulang”. Begitu juga bila ada yang mengeluh mengenai anaknya, tidak bisa mendapat prestasi yang baik di sekolah, Master akan menjawab “sudah bagus dia mau belajar”. Bila ada yang mengeluh anaknya nakal dan tidak mau belajar, Master akan menjawab “sudah bagus dia masih sehat”. Dan bila ada yang mengeluh anaknya nakal, tidak mau belajar, dan tidak sehat, Master akan menjawab “sudah bagus masih punya anak”. Inti dari jawaban yang Master berikan adalah bahwa kita harus senantiasa bersyukur.
“Fu qi tong xin, ni tu bian huang jin/夫妻同心, 泥土變黃金” Bila suami istri sehati, lumpur pun bisa menjadi emas.
“Tian sheng you chai bi you yong/ 天生有才必有用” Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Kita hanya perlu mengubah sudut pandang kita, misalnya gelas yang retak di satu sisi, kita putar dan melihatnya dari sisi lain, maka gelas tersebut akan tetap kelihatan sempurna.
Ibarat sebuah kertas putih yang ada noda hitam kecil di tengah. Nah, apa yang kita lihat? Rata-rata orang akan melihat noda hitam yang kecil itu, padahal lembaran putihnya jauh lebih banyak. Jangan hanya melihat kekurangan yang hanya 1% itu dan mengabaikan 99% yang putih. Seperti suami istri yang tidak sempurna, masing-masing hanya perlu berkontribusi sebanyak 50%, bukankah sudah menjadi 100%(sempurna)? Katakanlah ada suami istri yang masing-masing sempurna 80%, bila digabung, bukankah sudah mendapat nilai sempurna 160%? Jangan menuntut suami/istri untuk menjadi sempurna 100%. Bila ada hal-hal yang tidak memuaskan sebanyak 80-90%, dan hal-hal yang memuaskan sebanyak 10-20%, maka syukurilah, lihatlah dan syukurilah apa yang masih kita miliki. Kita harus optimis, misalnya melihat air dalam gelas, orang yang optimis akan mengatakan “airnya masih ada setengah”, tapi orang yang pesimis selalu melihat kekurangannya “airnya sudah tersisa setengah”.
Kita harus melihat dan menghargai apa yang kita miliki, bukan apa yang tidak kita miliki. Seperti Xie Kun Shan Shixiong yang melihat fisiknya sendiri, bahwa ia masih memiliki satu tangan, satu kaki, satu mata, dan satu mulut untuk berkarya. Yang dia lihat adalah apa yang masih dia miliki, tidak mengeluh atas kekurangannya.
Master mengatakan, tubuh kita adalah “wu jia zhi bao/ 無價之寶”, kita adalah pusaka yang tak ternilai sehingga kita hendaknya merasa penuh berkah. Kesehatan adalah harta yang tak ternilai. Untuk mengganti sebuah gigi saja itu tidak murah, atau operasi mata, cangkok ginjal, dll, itu semua sangat mahal dan harus menunggu hingga mendapatkan yang cocok. Kalau dihitung-hitung, berapakah harga tubuh kita? Sangat mahal dan bahkan tak ternilai. Karena itu kita hendaknya Gan En kepada orang tua kita yang telah memberikan tubuh ini, Gan en kepada mertua yang memberi suami/istri yang hebat kepada kita.
Bila semangat Master ada di dalam hati kita, kita akan bisa melaksanakan apa yang Master inginkan. Master menyayangi dan mau menolong orang yang menderita, tapi Master lebih menyayangi kita murid-muridnya.
Gan En _/\_
Link terkait :
Artikel Kegiatan Bedah Buku
Undangan Final Kegiatan Bedah Buku
Undangan Draft Kegiatan Bedah Buku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.